Satu tahun sudah aku menjalani hidupku sebagai Asisten Pribadi Prof. Sajogyo. Pada tanggal ini beliau memintaku untuk menjadi asistennya untuk mendampingi beliau semasa hidupnya di akhir-akhir masa tuanya. Banyak pelajaran dan tantangan bersama beliau, pelajaran hidup adalah proses yang sangat aku rasakan bersamanya. Hidup penuh dengan ketabahan, kesabaran, dan ujian yang harus selalu dihadapi dengan tulus dan ikhlas, itulah yang aku rasakan hidup bersamanya.
Berprilaku arif dan bijaksana dalam setiap gerak kehidupan merupakan realitas kehidupan yang beliau jalani. Tidak ada kata yang beliau ucapkan kecuali kata yang bermakna sebagai pesan-pesan kehidupan kepada generasi penerusnya. Hidup dengan ketegasan dan keteguhan diri, berdasarkan akal pikiran dan hati, yang membuat kehidupan itu beliau selalu syukuri dalam keadaan suka dan duka.
Orang tua yang dalam keadaan lemah tak berdaya melawan realitas kehidupan yang dijalani, membuat diriku merasa kagum akan ketabahannya. Melalui latihan-latihan kejiwaan yang dilakukan sejak lima dekade yang lalu, sampai hari ini pun, beliau terus menjalaninya. Sebab dengan berserah diri kepada Sang Pemilik kehidupan, serasa hidup ini hanya beliau darma baktikan kepadaNya, Tuhan Sang Maha Pencipta langit dan bumi beserta isinya.
Hidup yang tidak selalu berlebihan, cukup sandang, pangan, dan papan. Makan dengan lauk-pauk seadanya, dilakukan dengan pelan-pelan, mengunyah sampai 30 kali setiap suapan sendok makan, minum setelah makan dihabiskan, merupakan ciri beliau dalam menyantap makanan. Berkeliling di halaman rumah di pagi hari sambil menjemur tubuh, sebagai bentuk mensyukuri nikmat sinar matahari yang menerangi bumi beserta isinya yang diperoleh secara gratis. Tak lupa sambil melihat jam tangan, pukul 06.15 – 07.05 WIB menyempatkan lihat bus IPB yang melintas di depan rumahnya, sebagai rasa bangga terhadap almamaternya yang dulu sempat mengabdi sekitar lima dekade.
Sifat yang harus diikuti oleh generasi penerus adalah ketekunan beliau dalam segala hal. Ide dan gagasan yang selalu muncul dari beliau merupakan hasil dari pengolahan jiwa dan jasad yang menyatu membentuk sebuah pemikiran diluar batas orang biasa. Tak jarang, ide yang disampaikan tak masuk di akal, kuno, bahkan belum bisa diterima oleh orang biasa. Namum ide itu membuktikan kebenarannya melintasi ruang dan waktu. Bahwa apa yang beliau sampaikan tidak dapat dipahami sepintas waktu, tetapi jauh ke depan melintasi waktu.
Bagaimanapun keadaannya, orang tua ini harus selalu kita jaga, baik keadaan fisik, jiwa, dan idealismenya. Presiden RI ke-6 dalam acara Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putera di Istana Negara Jakarta tanggal 14 Agustus 2009 berpesan kepada saya : “Mas, tolong di jaga Bapak ya.” Jawab saya saya : “Baik Pak.”
Kepada generasi penerus pun juga harus menjaganya, bukan hanya fisiknya tetapai juga jiwa dan idealismenya. Tugas yang harus dipikul sekarang adalah memikirkan regenerasi, baik dari sisi “keilmuan maupun laku-nya” dalam menemukan wujud baru aliran pemikiran “sajogyo” yang berpihak pada petani miskin dan kelompok marjinal. Jangan hanya memanfaatkan kesempatan untuk memenuhi “kepentingan” tetapi juga harus bisa membawa jiwa dan cita-cita belai dalam upaya : “Membangun…. Membangun…. Membangun…” masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial. “Itu inti pesan beliau kepada generasi penerus.”